WACANA NON DOMINAN: MENGHADIRKAN FIKIH ALTERNATIF YANG BERKEADILAN GENDER

WACANA NON DOMINAN: MENGHADIRKAN FIKIH ALTERNATIF YANG BERKEADILAN GENDER

Oleh: Sofyan A.P. Kau

sofyan.ap.kau@gmail.com

ABSTRAK

Fikih kaya atas keragaman opini hukum, termasuk fikih perempuan. Opini hukum fikih tentang perempuan tidak tunggal melainkan beragam. Keragaman fikih perempuan ini sejatinya menjadi pilihan alternatif  atas fikih yang berperspektif gender. Tulisan ini menawarkan wacana non dominan sebagai fikih alternatif untuk menghadirkan fikih yang berkeadilan gender. Sebab wacana dominan tentang fikih perempuan dikritik sebagai fikih yang tidak berkeadilan gender. Dalam hal akikah, seekor kambing untuk anak perempuan dan dua ekor kambing untuk anak laki-laki. Benda yang kena air kencing bayi perempuan dicuci, sementara untuk bayi laki-laki cukup dipercikan. Menyentuh wanita membatalkan wudhu. Dalam wacana fikih dominan, ada sejumlah larangan atas perempuan tetapi boleh untuk lelaki. Diantaranya perempuan tidak boleh menjadi imam salat jamaah, kecuali khusus kaumnya; tidak boleh menjadi wali dan saksi pernikahan, dan menjadi pemimpin publik. Namun fikih tidak hanya menghadirkan wacana dominan, melainkan pada saat yang sama juga menyandingkan wacana non dominan. Jika wacana dominan dikritik bias gender, maka wacana non dominan berkeadilan gender. Sebab dalam wacana non dominan, akikah dan cara membersihkan air kencing bayi disamakan. Bersentuhan dengan perempuan tidak membatalkan wudhu, dan perempuan memiliki hak yang sama dengan lelaki dalam hal perwalian, saksi dan kepemimpinan. Dalam wacana non dominan, perempuan boleh menjadi wali dan saksi pernikahan, imam salat jamaah dan pemimpin publik.

 

Selengkapnya klik disini MENGHADIRKAN FIKIH ALTERNATIF YANG BERKEADILAN GENDER